Sabtu, 06 April 2013

Mana Duaya Membaca Kita???



 Buku adalah jendela dunia”. Kalimat yang sering kita dengar mulai dari kecil sampai dewasa. Tanpa harus berkeliling dunia, cukup membaca kita bisa mengetahui sesuatu yang menakjubkan tentang dunia luar. Membaca memiliki segudang manfaat yang tidak ada habisnya. Selain dapat menambah wawasan juga bisa dijadikan alternatif di waktu senggang. Salah satu tempat yang menyediakan segudang bacaan adalah perpustakaan.
Seiring kemajuan jaman, masyarakat mulai dimanjakan oleh berbagai kemudahan dalam mengakses bacaan seperti google, yahoo maupun e-book. Namun dari hasil penelusuran saya (penulusuran pribadi, bukan google) melalui jejak pendapat dengan 10 teman satu kelas, membuka situs pertemanan lebih menyenangkan daripada membaca artikel di google. Mereka hanya membuka situs-situs tersebut ketika harus mengerjakan tugas sekolah. Tujuan utama membuka internet adalah membuka situs lain seperti friendster, facebook dan you tube.
Di Indonesia, membaca adalah suatu kegiatan yang dianggap tabu. Jejak pendapat dengan sepuluh teman membuat saya benar-benar tahu bahwa membaca menurut opini mereka adalah suatu kegiatan yang membosankan dengan melihat banyak tulisan-tulisan dari atas sampai bawah.
Salah satu teman berkomentar kepada saya,” Jaman sekarang itu praktis dan fleksibel. Untuk apa membaca buku setebal kamus, tinggal copy paste di google dan tugas sudah selesai, siap untuk dikumpulkan. Tidak perlu repot-repot.”
Ironis jika membaca dianggap suatu kegiatan yang membosankan. Bagaimana tidak? Suatu negara yang maju memiliki tingkat baca yang tinggi dari negara-negara berkembang. Kita ambil contoh negara maju seperti Jepang.
Di Jepang, membaca adalah suatu budaya positif yang dimulai sejak Restorasi Meiji seabad lalu. Dengan tekad kuat, mereka mulai menerjemahkan buku-buku asing dari Amerika dan Eropa. Masyarakat Jepang adalah masyarakat gila buku dengan fakta setiap tahun tercetak lebih dari 1 milliar buku. Budaya membaca dilakukan dimana saja mulai di sekolah, densha (kereta listrik), perpustakaan, toko buku, dll. Beberapa anak muda Jepang seringkali melakukan “tachiyomi”. Tachiyomi adalah kegiatan membaca sambil berdiri walaupun tidak membeli).
Perpustakaan Jepang tidak pernah sepi dari pengunjung. Tahun 2002 lalu, Jepang bekerjasama dengan University of Tokyo sukses meluncurkan “e-library for community” atau dikenal sebagai perpustakaan berbasis digital. Program ini diharapkan dapat menjangkau seluruh kalangan untuk dapat menikmati bacaan dengan cuma-cuma atau gratis.
Selain Jepang, ada pula negara Rusia yang juga sama-sama penggila buku. Orang-orang Rusia paling suka membaca buku. Buku yang dijual di Rusia sangat murah. Orang yang paling miskin di Rusia dapat membeli 10 buku setiap bulan. Bahan pembicaraan mereka tidak pernah lepas dari buku bacaan. Karena itulah banyak sekali ilmuwan pintar lahir disana salah satunya Yuri Gagarin. Ia adalah orang Rusia pertama yang terbang ke luar angkasa.
Malaysia dan Singapura juga sedang menggalakkan budaya membaca. Dari data yang saya peroleh Filipina yang rasio jumlah penduduk dengan surat kabar adalah 1:30 bahkan Malaysia 1:8,1. Indonesia sendiri masih 1:43 yang artinya satu surat kabar untuk 43 orang, padahal rasio yang ideal adalah 1:10.
Keadaan yang benar-benar menyedihkan. Perpustakaan di Indonesia minim sekali dengan pengunjung. Pengunjung perpustakaan di kota saya setiap harinya hanya berkisar 5-10 orang. Beberapa diantara mereka pengunjung tetap. Menurut saya menjadi anggota perpustakaan umum sangat mudah. Cukup membawa fotokopi KTP atau Kartu Pelajar dan foto 3 x 4 lalu mengganti biaya kartu perpustakaan hanya seribu rupiah. Sangat murah, bukan?
Pelajar Indonesia terlihat kurang sekali memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat mencari sumber ilmu selain pendidikan formal di sekolah. Mereka memilih sebagai konsumen yang hanya menikmati ilmu dari pembicaraan atau keterangan guru. Mereka cenderung pasif dan lebih memilih menjadi pendengar yang baik. Setelah selesai, semua itu tercatat rapi di catatan dan ditutup tanpa dibaca kembali. Mereka baru membuka catatan kembali ketika ulangan tiba.
Begitu juga dengan liburan sekolah. Mereka memilih berlibur di tempat-tempat rekreasi seperti pantai, taman bermain dan pusat perbelanjaan. Ada beberapa yang memilih tinggal di rumah dan menghabiskan sisa-sisa liburan dengan menonton televisi seharian. Jarang sekali atau bahkan tidak ada sama sekali yang memiliki rencana berlibur untuk berkunjung ke toko buku maupun perpustakaan umum.
Permasalahan yang kita hadapi sekarang ada 3, yaitu :
1)       Pembiasaan membaca bagi masyarakat
2)       Perubahan main set tentang membaca
3)       Pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber ilmu
Dari permasalahan tersebut saya berusaha memaparkan solusi untuk menjadikan masyarakat perpustakaan cerdas 2010.
1) Pembiasaan Membaca Bagi Masyarakat
Suatu budaya positif (pembiasaan) tercipta dari kebiasaan. Membaca itu memerlukan proses pembiasaan mulai dini. Membaca merupakan proses penyerapan informasi yang berpengaruh positif terhadap kreativitas seseorang.      Dengan membaca kita bisa menyelami pikiran orang lain dan bisa digunakan sebagai referensi/ pengalaman baru untuk diri kita.
Membaca benar-benar butuh kebiasaan. Tidak semua orang mempunyai kebiasaan itu. Sebagian besar masyarakat Indonesia lebih memilih mendengarkan musik atau menonton acara televisi daripada membaca. Jika ditinjau dari segi manfaatnya, membaca memiliki nilai lebih dibandingkan kegiatan tersebut.
Beberapa anak muda juga cenderung menghabiskan jam kosong di sekolah untuk mengobrol atau bercuap-cuap di kantin maupun di kelas. Waktu menjadi terbuang sia-sia. Padahal dengan waktu tersebut apabila digunakan untuk membaca akan menambah pengetahuan kita walaupun sedikit.
Sesuatu baik harus diiringi dengan niat yang baik dan motivasi yang kuat. Jika kita telah memiliki niat baik maka akan muncul motivasi dalam diri kita. Untuk itu kita perlu membangun motivasi dalam diri kita sendiri. Motivasi untuk membaca dimulai dari satu atau dua halaman sampai menjadi dua puluh halaman. Motivasi akan mendorong kita melakukan sesuatu dengan senang tanpa paksaan.
Setelah mendapatkan motivasi, selanjutnya yang kita lakukan adalah memasang target. Dalam satu hari kita telah membaca berapa buku? Selama satu minggu target kita membaca berapa buku? Target akan menambah motivasi untuk selalu maju. Dengan target inilah sedikit demi sedikit akan menjadi suatu kebiasaan. Setelah memiliki kebiasaan kita tidak akan merasa kesulitan ketika diminta guru atau pengajar untuk membaca buku setebal kamus sekalipun.
2) Perubahan Main Set Tentang Membaca
Seringkali kita dengar bahwa membaca adalah kegiatan yang membosankan. Seperti beberapa fakta yang saya ungkapkan diatas, menerapkan budaya membaca itu “susuga” (Susah Susah Gampang). Pasalnya main set masyarakat Indonesia cenderung memilih sesuatu yang visual daripada tulisan. Mereka memilih berdiam diri di rumah daripada berkunjung ke perpustakaan umum yang jaraknya tidak lebih dari 500 m.
Membaca itu bukan kegiatan yang membosankan. Inilah main set yang perlu dirubah. Membaca adalah kegiatan yang berkorelasi keuntungan bagi kita. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin banyak info dan wawasan baru yang diserap.  Dengan membaca buku dapat dijadikan bahan untuk diskusi. Bahkan dari buku itulah akan timbul ide-ide baru untuk menciptakan sesuatu. Dari membaca juga lahirlah pemimpin-pemimpin besar seperti Abraham Lincoln, Winston Churchill, Jawaharlal Nehru, B.J. Habibie, dll.
Banyak orang pintar dan cerdas disebabkan dari rajin membaca. Membaca dapat membuat pikiran seseorang menjadi lebih dewasa. Dewasa yang berarti memandang permasalahan sebagai tantangan untuk maju dan menjadi lebih baik ke depannya. Dengan membaca membuat pemikiran semakin matang dan tidak memandang permasalahan dari satu sisi tetapi dari berbagai sudut pandang. Hal inilah menjadikan seseorang arif dan bijaksana dalam menyikapi kehidupan.
Sebagian remaja juga memiliki main set yang salah tentang orang-orang yang gemar membaca. Mereka memberikan julukan seperti kutu buku, cupu (nerd), ketinggalan jaman dan sebagainya. Anak-anak remaja berpendapat bahwa orang yang gemar membaca adalah orang yang sulit diajak bicara, tidak gaul, dan introvert (kepribadian tertutup).
Salah besar. Itu adalah penilaian paling salah. Orang yang gemar membaca tidak sulit diajak bicara. Orang yang gemar membaca memiliki segudang wawasan yang enak uintuk dijadikan bahan pembicaraan. Selain itu mereka juga dapat membantu kita menyelesaikan masalah karena dengan membaca mereka belajar mengenal puluhan bahkan ribuan karakter yang berbeda dan memiliki solusi terbaik.
Orang yang gemar membaca itu tidak gaul. Inilah yang dijadikan senjata para remaja untuk menjatuhkan mental para kutu buku. Gaul itu relatif. Kita tidak bisa memberikan definisi gaul adalah suka berbelanja di pusat perbelanjaan, memiliki berbagai macam model pakaian keluaran terbaru dan lain-lain. Definisi gaul masa depan adalah suka membaca buku, menghabiskan uang mereka untuk meminjam maupun membeli buku dan berpetualang dengan beberapa buku karangan penulis best seller. Orang yang suka membaca sebenarnya memliki wawasan luas. Mereka juga tahu film-film yang diangkat dari novel, tempat-tempat wisata yang menarik dan aktor-aktor terkenal peraih Oscar mulai tahun 90-an sampai sekarang. Mereka juga tahu berbagai merek terkenal seperti Rolex, Billabong, Blackberry bahkan mereka mengetahui kapan, dimana dan siapa pendiri perusahaan merek-merek tersebut.
Orang yang gemar membaca memiliki kepribadian tertutup atau introvert. Sebenarnya label ini dikarenakan karena orang yang sedang menikmati bacaan, seakan-akan tidak memperhatikan sekelilingnya. Mereka memiliki kepribadian terbuka, tetapi saat itu mereka sedang menikmati buku yang mereka baca dan tidak ingin diganggu. Seperti saat kita menonton televisi, ada acara yang menarik. Kita tidak akan memindah saluran televisi dan kurang memperhatikan sekeliling. Namun sebenarnya kita tidak punya keinginan untuk mengabaikan sekeliling hanya pada saat itu kita sedang menikmati acara yang menarik. Itulah alasan mengapa orang yang membaca buku membutuhkan ketenangan dan tidak ingin diganggu.
3) Pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber ilmu
Perpustakaan memiliki banyak buku-buku dan referensi-referensi yang menarik. Namun pemanfaatan perpustakaan masih sangat minim. Orang-orang lebih memilih mencari data-data dan referensi dari internet dengan teknik copy paste. Mereka tidak membaca dahulu bagian-bagian mana yang penting dan bagian mana yang tidak penting untuk data. Semua dijadikan satu dan ketika dibaca tidak berkesinambungan antara yang satu dengan yang lain.
Dengan mencari data lewat buku dan referensi di perpustakaan, kita bisa belajar memaparkan data dengan akurat, jelas dan runtut. Sekaligus kita belajar untuk mengolah kata, menyusun data dengan baik dan berpikir kritis. Kita juga bisa memahami data dari berbagai sudut pandang penulis dan mengambil kesimpulan. Dijamin cara ini membuat kita banyak belajar dan tahu persis apa isi data-data tersebut. Inilah cara efektif dimana penulis tidak hanya membuat data atau referensi tetapi juga turut serta mengerti maksud data-data. Ketika guru atau pengajar lain meminta menjelaskan isi bacaan tersebut, kita tidak akan bingung karena yang memegang kendali adalah diri kita sendiri.
Perpustakaan adalah sumber ilmu. Berlibur atau menghabiskan waktu di perpustakaan tidak akan membuang waktu. Disanalah banyak pengetahuan dan ide-ide baru dihasilkan. Buku-buku yang ada juga cukup banyak. Dengan membaca buku, kita bisa bertukar pendapat dengan pengunjung perpustakaan lainnya.
Berpetualang di perpustakaan sama-sama menyenangkan seperti bermain sepak bola. Sebagai penyerang kita mencoba mencari tahu kapan waktu yang tepat untuk menyerang. Setelah tahu kita bisa menciptakan gol dan mencetak angka. Keadaan yang sama ketika kita membaca dimulai dari awal mula yang terjadi, timbul konflik, klimaks dan penyelesaian (akhir cerita). Menyelesaikan bacaan sampai akhir memberikan kepuasaan tersendiri sama halnya dengan mencetak angka pada permainan sepak bola.
Kesimpulan yang dapat kita ambil, masyarakat perpustakaan cerdas 2010 adalah masyarakat yang cinta membaca karena manfaat membaca tidak diragukan lagi. Membaca sama-sama menyenangkan melakukan kegiatan lain apabila telah menjadi suatu budaya positif (kebiasaan) sehari-hari.
Abraham Lincoln, presiden ke-16 Amerika Serikat berkata,”Jika saya mempunyai waktu 8 jam untuk menebang pohon, maka akan saya habiskan 6 jam untuk mengasah kapak saya”. Maksudnya adalah ia akan menghabiskan waktu untuk membaca dan menulis daripada melakukan hal-hal yang tidak berguna.
Selamat membaca dan jadilah masyarakat Indonesia yang cerdas

0 komentar:

Posting Komentar