“Buku
adalah jendela dunia”. Kalimat yang sering kita dengar mulai dari kecil sampai
dewasa. Tanpa harus berkeliling dunia, cukup membaca kita bisa mengetahui
sesuatu yang menakjubkan tentang dunia luar. Membaca memiliki segudang manfaat
yang tidak ada habisnya. Selain dapat menambah wawasan juga bisa dijadikan
alternatif di waktu senggang. Salah satu tempat yang menyediakan segudang
bacaan adalah perpustakaan.
Seiring kemajuan jaman, masyarakat
mulai dimanjakan oleh berbagai kemudahan dalam mengakses bacaan seperti google, yahoo maupun e-book.
Namun dari hasil penelusuran saya (penulusuran pribadi, bukan google)
melalui jejak pendapat dengan 10 teman satu kelas, membuka situs pertemanan
lebih menyenangkan daripada membaca artikel di google.
Mereka hanya membuka situs-situs tersebut ketika harus mengerjakan tugas
sekolah. Tujuan utama membuka internet adalah membuka situs lain seperti
friendster, facebook dan you tube.
Di Indonesia, membaca adalah suatu
kegiatan yang dianggap tabu. Jejak pendapat dengan sepuluh teman membuat saya
benar-benar tahu bahwa membaca menurut opini mereka adalah suatu kegiatan yang
membosankan dengan melihat banyak tulisan-tulisan dari atas sampai bawah.
Salah satu teman berkomentar kepada
saya,” Jaman sekarang itu praktis dan fleksibel. Untuk apa membaca buku setebal
kamus, tinggal copy paste di google
dan tugas sudah selesai, siap untuk dikumpulkan. Tidak perlu repot-repot.”
Ironis jika membaca dianggap suatu
kegiatan yang membosankan. Bagaimana tidak? Suatu negara yang maju memiliki
tingkat baca yang tinggi dari negara-negara berkembang. Kita ambil contoh
negara maju seperti Jepang.
Di Jepang, membaca adalah suatu
budaya positif yang dimulai sejak Restorasi Meiji seabad lalu. Dengan tekad
kuat, mereka mulai menerjemahkan buku-buku asing dari Amerika dan Eropa.
Masyarakat Jepang adalah masyarakat gila buku dengan fakta setiap tahun
tercetak lebih dari 1 milliar buku. Budaya
membaca dilakukan dimana saja mulai di sekolah, densha
(kereta listrik), perpustakaan, toko buku, dll. Beberapa anak muda Jepang
seringkali melakukan “tachiyomi”. Tachiyomi adalah kegiatan membaca
sambil berdiri walaupun tidak membeli).
Perpustakaan Jepang tidak pernah
sepi dari pengunjung. Tahun 2002 lalu, Jepang bekerjasama dengan University of Tokyo sukses meluncurkan “e-library
for community” atau dikenal sebagai perpustakaan berbasis digital. Program
ini diharapkan dapat menjangkau seluruh kalangan untuk dapat menikmati bacaan
dengan cuma-cuma atau gratis.
Selain Jepang, ada pula negara Rusia
yang juga sama-sama penggila buku. Orang-orang Rusia paling suka membaca buku.
Buku yang dijual di Rusia sangat murah. Orang yang paling miskin di Rusia dapat
membeli 10 buku setiap bulan. Bahan pembicaraan mereka tidak pernah lepas dari
buku bacaan. Karena itulah banyak sekali ilmuwan pintar lahir disana salah
satunya Yuri Gagarin. Ia adalah orang Rusia pertama yang terbang ke luar
angkasa.
Malaysia dan Singapura juga sedang
menggalakkan budaya membaca. Dari data yang saya peroleh Filipina yang rasio
jumlah penduduk dengan surat kabar
adalah 1:30 bahkan Malaysia 1:8,1. Indonesia sendiri masih 1:43 yang artinya
satu surat kabar untuk 43 orang, padahal rasio yang ideal adalah 1:10.
Keadaan yang benar-benar
menyedihkan. Perpustakaan di Indonesia minim sekali dengan pengunjung. Pengunjung
perpustakaan di kota saya setiap harinya hanya berkisar 5-10 orang. Beberapa
diantara mereka pengunjung tetap. Menurut saya menjadi anggota perpustakaan
umum sangat mudah. Cukup membawa fotokopi KTP atau Kartu Pelajar dan foto 3 x 4
lalu mengganti biaya kartu perpustakaan hanya seribu rupiah. Sangat murah,
bukan?
Pelajar Indonesia terlihat kurang
sekali memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat mencari sumber ilmu selain
pendidikan formal di sekolah. Mereka memilih sebagai konsumen yang hanya
menikmati ilmu dari pembicaraan atau keterangan guru. Mereka cenderung pasif
dan lebih memilih menjadi pendengar yang baik. Setelah selesai, semua itu
tercatat rapi di catatan dan ditutup tanpa dibaca kembali. Mereka baru membuka
catatan kembali ketika ulangan tiba.
Begitu juga dengan liburan sekolah.
Mereka memilih berlibur di tempat-tempat rekreasi seperti pantai, taman bermain
dan pusat perbelanjaan. Ada beberapa yang memilih tinggal di rumah dan
menghabiskan sisa-sisa liburan dengan menonton televisi seharian. Jarang sekali
atau bahkan tidak ada sama sekali yang memiliki rencana berlibur untuk
berkunjung ke toko buku maupun perpustakaan umum.
Permasalahan yang kita hadapi
sekarang ada 3, yaitu :
1)
Pembiasaan membaca bagi masyarakat
2)
Perubahan main set tentang membaca
3)
Pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber ilmu
Dari permasalahan tersebut saya
berusaha memaparkan solusi untuk menjadikan masyarakat perpustakaan cerdas
2010.
1)
Pembiasaan Membaca Bagi Masyarakat
Suatu budaya positif (pembiasaan)
tercipta dari kebiasaan. Membaca itu memerlukan proses pembiasaan mulai dini.
Membaca merupakan proses penyerapan informasi yang berpengaruh positif terhadap
kreativitas seseorang. Dengan membaca kita bisa
menyelami pikiran orang lain dan bisa digunakan sebagai referensi/
pengalaman baru untuk diri kita.
Membaca benar-benar butuh kebiasaan.
Tidak semua orang mempunyai kebiasaan itu. Sebagian besar masyarakat Indonesia
lebih memilih mendengarkan musik atau menonton acara televisi daripada membaca.
Jika ditinjau dari segi manfaatnya, membaca memiliki nilai lebih dibandingkan
kegiatan tersebut.
Beberapa anak muda juga cenderung
menghabiskan jam kosong di sekolah untuk mengobrol atau bercuap-cuap di kantin
maupun di kelas. Waktu menjadi terbuang sia-sia. Padahal dengan waktu tersebut
apabila digunakan untuk membaca akan menambah pengetahuan kita walaupun
sedikit.
Sesuatu baik harus diiringi dengan
niat yang baik dan motivasi yang kuat. Jika kita telah memiliki niat baik maka
akan muncul motivasi dalam diri kita. Untuk itu kita perlu membangun motivasi
dalam diri kita sendiri. Motivasi untuk membaca dimulai dari satu atau dua
halaman sampai menjadi dua puluh halaman. Motivasi akan mendorong kita
melakukan sesuatu dengan senang tanpa paksaan.
Setelah mendapatkan motivasi,
selanjutnya yang kita lakukan adalah memasang target. Dalam satu hari kita
telah membaca berapa buku? Selama satu minggu target kita membaca berapa buku?
Target akan menambah motivasi untuk selalu maju. Dengan target inilah sedikit
demi sedikit akan menjadi suatu kebiasaan. Setelah memiliki kebiasaan kita
tidak akan merasa kesulitan ketika diminta guru atau pengajar untuk membaca
buku setebal kamus sekalipun.
2)
Perubahan Main Set Tentang Membaca
Seringkali kita dengar bahwa membaca
adalah kegiatan yang membosankan. Seperti beberapa fakta yang saya ungkapkan
diatas, menerapkan budaya membaca itu “susuga” (Susah Susah Gampang).
Pasalnya main set masyarakat Indonesia cenderung memilih sesuatu yang visual
daripada tulisan. Mereka memilih berdiam diri di rumah daripada berkunjung ke
perpustakaan umum yang jaraknya tidak lebih dari 500 m.
Membaca itu bukan kegiatan yang
membosankan. Inilah main set yang perlu dirubah. Membaca adalah kegiatan yang
berkorelasi keuntungan bagi kita. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin
banyak info dan wawasan baru yang diserap. Dengan membaca buku dapat
dijadikan bahan untuk diskusi. Bahkan dari buku itulah akan timbul ide-ide baru
untuk menciptakan sesuatu. Dari membaca juga lahirlah pemimpin-pemimpin besar
seperti Abraham Lincoln, Winston Churchill, Jawaharlal Nehru, B.J. Habibie,
dll.
Banyak orang pintar dan cerdas
disebabkan dari rajin membaca. Membaca dapat membuat pikiran seseorang menjadi
lebih dewasa. Dewasa yang berarti memandang permasalahan sebagai tantangan
untuk maju dan menjadi lebih baik ke depannya. Dengan membaca membuat pemikiran
semakin matang dan tidak memandang permasalahan dari satu sisi tetapi dari
berbagai sudut pandang. Hal inilah menjadikan seseorang arif dan bijaksana
dalam menyikapi kehidupan.
Sebagian remaja juga memiliki main
set yang salah tentang orang-orang yang gemar membaca. Mereka memberikan
julukan seperti kutu buku,
cupu (nerd), ketinggalan jaman dan sebagainya. Anak-anak remaja
berpendapat bahwa orang yang gemar membaca adalah orang yang sulit diajak
bicara, tidak gaul, dan introvert (kepribadian tertutup).
Salah besar. Itu adalah penilaian
paling salah. Orang yang gemar membaca tidak sulit diajak bicara. Orang yang
gemar membaca memiliki segudang wawasan yang enak uintuk dijadikan bahan
pembicaraan. Selain itu mereka juga dapat membantu kita menyelesaikan masalah
karena dengan membaca mereka belajar mengenal puluhan bahkan ribuan karakter
yang berbeda dan memiliki solusi terbaik.
Orang yang gemar membaca itu tidak
gaul. Inilah yang dijadikan senjata para remaja untuk menjatuhkan mental para
kutu buku. Gaul itu relatif. Kita tidak bisa memberikan definisi gaul adalah
suka berbelanja di pusat perbelanjaan, memiliki berbagai macam model pakaian
keluaran terbaru dan lain-lain. Definisi gaul masa depan adalah suka membaca
buku, menghabiskan uang mereka untuk meminjam maupun membeli buku dan
berpetualang dengan beberapa buku karangan penulis best seller. Orang yang suka
membaca sebenarnya memliki wawasan luas. Mereka juga tahu film-film yang
diangkat dari novel,
tempat-tempat wisata yang menarik dan aktor-aktor terkenal peraih Oscar mulai
tahun 90-an sampai sekarang. Mereka juga tahu berbagai merek terkenal seperti Rolex, Billabong, Blackberry
bahkan mereka mengetahui kapan, dimana dan siapa pendiri perusahaan merek-merek
tersebut.
Orang yang gemar membaca memiliki
kepribadian tertutup atau introvert. Sebenarnya label ini dikarenakan
karena orang yang sedang menikmati bacaan, seakan-akan tidak memperhatikan
sekelilingnya. Mereka memiliki kepribadian terbuka, tetapi saat itu mereka
sedang menikmati buku yang mereka baca dan tidak ingin diganggu. Seperti saat
kita menonton televisi, ada acara yang menarik. Kita tidak akan memindah
saluran televisi dan kurang memperhatikan sekeliling. Namun sebenarnya kita
tidak punya keinginan untuk mengabaikan sekeliling hanya pada saat itu kita
sedang menikmati acara yang menarik. Itulah alasan mengapa orang yang membaca
buku membutuhkan ketenangan dan tidak ingin diganggu.
3) Pemanfaatan perpustakaan sebagai
sumber ilmu
Perpustakaan memiliki banyak
buku-buku dan referensi-referensi yang menarik. Namun pemanfaatan perpustakaan
masih sangat minim. Orang-orang lebih memilih mencari data-data dan referensi
dari internet dengan teknik copy paste. Mereka tidak membaca dahulu
bagian-bagian mana yang penting dan bagian mana yang tidak penting untuk data.
Semua dijadikan satu dan ketika dibaca tidak berkesinambungan antara yang satu
dengan yang lain.
Dengan mencari data lewat buku dan
referensi di perpustakaan, kita bisa belajar memaparkan data dengan akurat,
jelas dan runtut. Sekaligus kita belajar untuk mengolah kata, menyusun data
dengan baik dan berpikir kritis. Kita juga bisa memahami data dari berbagai
sudut pandang penulis dan mengambil kesimpulan. Dijamin cara ini membuat kita
banyak belajar dan tahu persis apa isi data-data tersebut. Inilah cara efektif
dimana penulis tidak hanya membuat data atau referensi tetapi juga turut serta
mengerti maksud data-data. Ketika guru atau pengajar lain meminta menjelaskan
isi bacaan tersebut, kita tidak akan bingung karena yang memegang kendali
adalah diri kita sendiri.
Perpustakaan adalah sumber ilmu.
Berlibur atau menghabiskan waktu di perpustakaan tidak akan membuang waktu.
Disanalah banyak pengetahuan dan ide-ide baru dihasilkan. Buku-buku yang ada
juga cukup banyak. Dengan membaca buku, kita bisa bertukar pendapat dengan
pengunjung perpustakaan lainnya.
Berpetualang di perpustakaan
sama-sama menyenangkan seperti bermain sepak bola. Sebagai penyerang kita
mencoba mencari tahu kapan waktu yang tepat untuk menyerang. Setelah tahu kita
bisa menciptakan gol dan mencetak angka. Keadaan yang sama ketika kita membaca
dimulai dari awal mula yang terjadi, timbul konflik, klimaks dan penyelesaian
(akhir cerita). Menyelesaikan bacaan sampai akhir memberikan kepuasaan
tersendiri sama halnya dengan mencetak angka pada permainan sepak bola.
Kesimpulan yang dapat kita ambil,
masyarakat perpustakaan cerdas 2010 adalah masyarakat yang cinta membaca karena
manfaat membaca tidak diragukan lagi. Membaca sama-sama menyenangkan melakukan
kegiatan lain apabila telah menjadi suatu budaya positif (kebiasaan)
sehari-hari.
Abraham Lincoln, presiden ke-16
Amerika Serikat berkata,”Jika saya mempunyai waktu 8 jam untuk menebang pohon,
maka akan saya habiskan 6 jam untuk mengasah kapak saya”. Maksudnya adalah ia
akan menghabiskan waktu untuk membaca dan menulis daripada melakukan hal-hal
yang tidak berguna.
Selamat membaca dan jadilah masyarakat Indonesia
yang cerdas
0 komentar:
Posting Komentar